4 Karakter Ibu Rumah Tangga, Termasuk yang Manakah Kita?
Menjadi orangtua itu gak mudah, sama sekali ngga mudah. Ketika badan sehat, kebutuhan finansial terpenuhi, kasih sayang dan perhatian dari pasangan berlimpah, bisa beribadah, pikiran pun tenang. Ngga ada masalah dengan yang namanya ngurus anak termasuk didalamnya ngurus segala macam pekerjaan rumah.
Disadari atau tidak, sejak pandemic, banyak orangtua yang terenggut kenyamanan hidupnya. Suami yang terkena PHK atau pengurangan salary, anak yang harus sekolah di rumah, tagihan listrik melonjak karena pemakaian listrik di rumah jadi over, belum lagi kebutuhan bahan makanan yang semakin banyak. Maklum lah ya, semua orang kini berkumpul di rumah, dari pagi hingga pagi lagi. Jadi ngga heran, kalau 4 bulan ini, social media dipenuhi dengan postingan menu masakan semua.
Kurang lebih seperti itu lah keluhan orangtua yang didominasi ibu rumah tangga di setiap obrolan kelas parenting. Saat ini saya memang sedang ingin belajar lebih tentang parenting sehingga rasanya tidak ingin melewakan setiap obrolan soal keluarga dan rumah tangga, baik itu berbayar maupun gratis. Baik itu melalui webinar, IG Live maupun Whatsapp Group.
Bukan, bukan karena saya banyak masalah namun saya hanya ingin mengukur diri. Seberapa menyedihkannya sih hidup saya disbanding orang lain? Perlu ngga sih ngeluh terus setiap hari? Perlu ngga sih mengejar kepuasan duniawi yang ngga da habisnya?
Saya sangat menikmati setiap pertanyaan yang diajukan ibu-ibu dalam group. Mereka berasal dari berbagai daerah di seluruh wilayah di Indonesia. Dengan berbagai macam karakter dan latar belakang. Berikut ini permasalah yang sering ditanyakan dengan berbagai macam karakternya:
-
Ibu baper
Karakter ibu-ibu yang memikirkan apa yang gak seharusnya dipikirkan. Ibu-ibu baper cenderung mereka yang lebih banyak diam di rumah, kebanyakan tinggal bersama orangtua atau mertua. Semua perkataan orang lain yang ia dengar, harus ia pikirkan. Saking bapernya, ada tetangga liatin anaknya aja dia pikirin, ada yang salah kah, ada yang aneh kah. Karakter ibu baper ibu butuh teman untuk “buang sampah”. Baiknya sih suami ya supaya bisa saling mengisi dan menguatkan.
-
Ibu perfectionist
Biasanya ibu perfectionist ini merupakan orangtua baru yang belum siap dengan penolakan. Misal anak menolak menyusu, menolak makan, menolak mandi, berat badan anaknya gak sama dengan anak tetangga, belum bisa nulis, belum bisa ngitung, belum bisa pakai baju sendiri dan lainnya. Semua ditumpahkan dalam group. Dan karakter ibu perfectionist ini buanyak banget jumlahnya.
Buk, anak-anak akan tumbuh melalui proses yang ia jalani setiap hari. Tugas kita yaitu membersamai dan memfasilitasi, bukan memaksa dan berharap anak bisa memahami keinginan kita. Mereka aja kadang gak tau loh apa yang mereka pikirkan, apalagi mengira-ngira pikiran orang dewasa, ya kan? Jangan bebani anak-anak kita dengan ekspektasi berlebih, kasian. Ngga usah disama-samain, ngga usah juga dibanding-bandingin sama anak tetangga apalagi anak artis. Jadi orangtua terbaik versi kita. Ngga tau ilmunya, tanya dan cari dari expertnya. Jangan tanya ke sembarang orang karena belum tentu tepat dengan kondisi kita.
-
Ibu Pejuang
Tidak sedikit, ibu pejuang ini hadir dalam setiap kelas parenting. Mereka hadir membawa luka yang ingin disembuhkan, misalnya inner child, gaya pengasuhan orangtua yang keras padanya, bullying yang ia alami, perceraian orangtuanya, hingga permasalahan dengan pasangan.
Mereka sebenarnya masih menyimpan luka tersebut, padahal mereka sudah berjuang untuk melupakan dan memaafkan namun kenangan itu masih membekas sehingga mereka khawatir akan mempengaruhi gaya pengasuhan kepada anak-anaknya. Oleh sebab itu, mereka hadir untuk menjadi orangtua yang sehat secara lahir dan bathin.
Ada yang masih bisa meredam dan tidak melampiaskan kepada anaknya. Namun banyak juga yang sering kebablasan meluapkan kekecewaannya tersebut kepada anak-anaknya di rumah. Sehingga menjadi mata rantai yang tak berkesudahan.
-
Ibu Melankolis
Ibu-ibu ini sering menjadikan dirinya sebagai “korban” anaknya. Misalnya seperti ini, kenapa ya anak saya suka memukul saya, suka menendang saya atau bersikap kasar kepada saya padahal usianya masih dibawah 5 tahun. Sebagai orang tua, kita adalah orang terdekat bagi anak-anak. Sebelum menyalahkan sikap kasar anak, coba evaluasi sikap orangtuanya. Adakah ayah atau ibunya yang bersikap kasar? Jika tidak ada, adakah orang dewasa lain di rumah yang bersikap kasar? Jika tidak, adakah tontonan yang menyontohkan perilaku kasar?
Karena anak-anak ini pada dasarnya peniru yang baik. Dia akan meniru apa yang ia lihat atau yang ia rasakan. Itulah kenapa anak-anak dibawah usia 5 tahun sebaiknya tidak dibiarkan bermain dengan anak tetangga dulu, karena dia belum bisa memfilter mana yang baik dan tidak baik. Bermain dengan orangtuanya adalah cara terbaik.
Berikutnya, sebagai orangtua, kita juga harus tau kapan bersikap tegas kepada anak. Katakan dengan tegas jika perilakunya menyakiti orang lain. Bahkan, salah satu mentor di kelas parenting yang saya ikuti, membolehkan loh untuk meremas tangan anak jika ia memukul orang lain supaya ia tau betapa tidak menyenangkannya perbuatan seperti itu.
Bagi sebagian orangtua ada yang ngga tega dan melanjutkan cerita sebagai “korban” sikap kasar anaknya. Yang paling penting adalah, apa kita bisa menjamin perbuatan tersebut akan berhenti, bagaimana jika ia melakukannya kepada orang lain?
.
Dengan mengikuti kelas parenting, saya jadi mengetahui banyak permasalahan yang dialami oleh orang lain, kisah nyata meski tidak mengenal siapa orangnya. Hikmahnya, saya bisa belajar dari pengalaman orang lain, saya bisa evaluasi diri apa yang harus saya lakukan supaya tidak terjadi hal-hal yang dialami orang lain. Terlepas dari itu semua, benar adanya bahwa tugas menjadi seorang ibu sekaligus isteri itu sangatlah tidak mudah.
Beruntungnya ibu-ibu ini masih semangat belajar dan upgrade pengetahuan mereka. Jarang banget deh, ada bapak-bapak yang join di kelas parenting, kayanya belum pernah menemukan ada bapak-bapak ikut daftar.
Semoga kita senantiasa dibimbing oleh Allah swt untuk bisa menjadi contoh terbaik bagi anak-anak dirumah, Amin.
2 Comments
Pingback:
Pingback: