Hal Tersulit Dilakukan: Meminta Maaf dan Mengakui Kesalahan
Saat tumbuh dewasa, ada banyak hal yang harus kita lakukan. Kita berusaha untuk melakukannya dengan sebaik mungkin tanpa kesalahan tapi tetap saja ya, kesalahan itu manusiawi. Namun stigma masyarakat tentang makna “kesalahan” kadang terasa keliru, menurut saya. Orang bersalah kerap kali dianggap paling berdosa dan layak diperbincangkan dimana-mana bahkan melebar kemana-mana, keluarga, karir hingga latar belakangnya pun dibongkar. Ini gak fair ya.
Contoh, ketika ada selebriti tersandung kasus kriminal, ada yang berani mengakui namun ada yang mengelak demi nama baik. Tapi tetap saja, pada akhirnya semua akan dibongkar dan menjadi bahan konsumsi masyarakat. Saking udah terbiasanya menemukan hal serupa, tak terasa hal negative ini kita adopsi dalam kehidupan sehari-hari.
Faktor penyebab lainnya, pola pengasuhan yang keliru. Ada beberapa orangtua yang menuntut anaknya untuk melakukan hal baik tanpa mau menerima kesalahannya. Sehingga anak akan sangat ketakutan saat ia melakukan kesalahan, meskipun tidak disengaja. Hal sederhana yang biasanya dilakukan anak untuk menutupinya yaitu tidak mau mengakui kesalahan, menangis tanpa mau bercerita bahkan kepada orangtuanya hingga menyalahkan orang lain atau mengkambing hitamkan orang lain. Pernah menemukan anak seperti ini?
.
Mengapa kita sulit mengakui kesalahan?
Psikolog Dr. Tim Sharp, Chief Happiness Officer The Happiness Institute mengatakan, orang akan sulit mengakui kesalahan yang dilakukannya karena ia berpikir, ketika mereka salah maka lingkungan akan menjauhinya bahkan membungkamnya dari sosial. Secara psikologis mereka merasa cemas dengan risiko dan konsekuensi kehilangan atau kegagalan akibat kesalahan yang dilakukannya.
Benar, dan saya pun merasakan hal serupa sehingga semakin kita dewasa semakin sulit untuk menutupi kesalahan yang dilakukan. Meskipun pepatah mengatakan, berpikir sebelum berbuat agar tidak menyesal, namun ada saja beberapa kesalahan terjadi akibat hal-hal tak terduga. Sehingga “beralasan” jadi solusi tercepat yang dipilih, apalagi alasan itu banyak dan gratis ya.
Baca juga : Cara Bijak Menghadapi Orang yang Tidak Menyukai Kita
Tapi kita ngga bisa menyalahkan karena ada juga pihak yang tidak berempati ketika kita berbicara jujur apa adanya. In case, saya pernah membatalkan pergi acara secara mendadak karena anak sakit dan seketika langsung saya bawa ke rumah sakit. Saya langsung menghubungi PIC acara tersebut dan menjelaskan kejadiannya, bahkan hal tersebut saya lakukan saat masih dalam antrian menunggu dokter. Sedihnya, respon yang diberikan justru menyakiti perasaan saya. Sejak saat itu saya sadar bahwa ngga mudah memang mengakui kesalahan dan berkata jujur. Tapi ya itulah konsekuensinya.
Hal seperti ini yang menciptakan konsep berpikir bahwa meminta maaf terkesan merendahkan diri sendiri, dianggap sebagai orang lemah dan karakter sebagai orang yang salah ini akan melekat padanya.
Padahal, sebetulnya mengakui kesalahan, baik yang sengaja maupun tidak disengaja lebih baik. Secara psikologis, kita jadi lebih lega, tenang dan tidak takut sewaktu-waktu akan terbongkar. Terlepas apakah orang sekitar akan menerima atau tidak, sebuah konsekuensi dan hanya butuh waktu untuk mengembalikannya seperti sedia kala. Hanya saja, kita juga harus sadar, untuk selalu berpikir sebelum bertindak.
Sebagai orangtua, kita harus sadar betul tentang makna mengakui kesalahan pada anak. Tumbuhkan padanya, bahwa manusia tak lepas dari kekhilafan dan kegagalan adalah guru terbaik setelah berusaha keras. Meminta maaf dan mengakui kesalahan adalah bentuk tanggung jawab.
Kita harus ingat, meminta maaf dan mengakui kesalahan merupakan bekal hidup yang bisa menyelamatkan bahkan dalam dunia kerja. Apapun posisi kita, termasuk bagi seorang pemimpin perusahaan, memiliki jiwa rendah hati merupakan sebuah kelebihan yang tidak dimiliki semua orang.
Baca juga : Mengelola Stress dengan Bijak ditengah Pandemi Covid-19
One Comment
Pingback: