Fintech Peer to Peer Lending (P2P), Kenali Pinjaman Online Berizin Resmi OJK
Apakah Mommies sudah pernah mendengar istilah fintech? Atau Mommies pernah melakukan pinjaman dana secara online?
Belakangan memang lagi ramai ya soal pinjaman dana online. Banyaknya nama perusahaan fintech yang hadir ke permukaan dibarengi juga dengan isu miring yang beredar di masyarakat seperti kriminalisasi penagihan utang hingga pembebanan bunga selangit pada konsumen. Terus terang, saya sendiri belum pernah melakukan pinjaman secara online karena belum benar-benar tau keamanannya. Ngeri jika data kita disalah gunakan, apalagi terlibat investasi bodong.
Kalau baca beritanya memang bikin emosi ya, sampai-sampai ada yang menggunakan headline news “Pinjaman online = renternir online”. Apakah benar seperti itu? Lantaran banyaknya isu miring soal teknologi finansial membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) turun tangan untuk meluruskan dan mengedukasi masyarakat luas tentang peranan Fintech yang sebenarnya.
Isu tersebut muncul, bisa jadi karena minimnya informasi soal prosedur pinjaman online atau malah fintech ILLEGAL lah yang masyarakat gunakan. Oleh sebab itu, mari kita bersama-sama mengenal lebih jauh apa sih fintech itu.
Jumat ini (23/14) saya diajak untuk ngobrol bersama Tempo dan rekan media lainnya soal teknologi finansial atau fintech. Tak tanggung-tanggung, pada ngobrol tempo yang bertajuk “Kemudahan dan Risiko Untuk Konsumen” menghadirkan narasumber yang berkompeten dibidangnya jadi saya gak khawatir salah informasi. Bahkan siang itu hadir pula Direktur Pengaturan Perizinan & Pengawasan Fintech OJK yakni Bapak Hendrikus Passagi. Narasumber lainnya yakni:
- Tumbur Pardede, Ketua bidang kelembagaan Asosiasi Fintech Pendanan Bersama Indonesia – CEO & Founder FINTAG.
- Zulfitra Agusta, Chief Commercial Officer Crowdo Indonesia.
- Surya wijaya, chief information officer KlikAcc.
.
Apa sih fintech atau finacial technology?
Menurut Pak Hendrikus, Fintech atau teknologi finansial simpelnya adalah sebuah layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi yang prosedur operasionalnya wajib patuh pada UU ITE di Indonesia.
Kalau dulu, mau pinjam uang atau mau bayar cicilan harus datang ke Bank langsung dan antri disana, sekarang berkat adanya inovasi dalam bidang jasa keuangan (Fintech) cukup dengan menggunakan smartphone, semua bisa dilakukan dengan praktis dan mudah. Tidak mengenal waktu dan tempat, semua bisa diakses dengan cepat.
.
Jenis-jenis Fintech di Indonesia
Fintech gak cuma berupa layanan pinjaman dana saja ya Moms tapi juga ada beragam jenisnya, seperti Crowdfunding dan Peer to Peer Lending, market agregrator, risk and investment management serta payment, settlement dan clearing . Namun pada ngobrol Tempo kali ini lebih focus membahas fintech Peer to Peer lending atau pinjaman online.
.
Siapa pengguna Fintech Lending?
Ya kita-kita ini penggunanya. Menurut data dari OJK, pada Oktober 2018, ada 2juta pengguna Fintech yang berperan sebagai peminjam dana (borrower). Artinya, ada kenyamanan untuk terus menggunakan teknologi finansial ini.
Misalnya, mau pesan tiket pesawat sekaligus hotel untuk liburan di Traveloka tapi uang tidak mencukupi, kemudian kita memilih untuk melakukan pinjaman dana melalui Fintech yang sudah bekerja sama dengan Traveloka. Sebelumnya, saat belanja online cara pembayarannya paling umum yaitu transfer, bayar di minimarket dan cicilan kartu kredit. Sekarang, kita bisa loh memilih cicilan menggunakan Fintech yang sudah bekerja sama dengan e-commerce tersebut. That’s why, semakin kesini, jumlah pengguna pinjaman online atau Peer to Peer lending ini semakin meningkat.
Baca juga : Mengenal Pinjaman Online dan Perlindungan Konsumen
.
Lalu bagaimana dengan isu yang beredar tentang Fintech Lending?
“Fintech Lending = renternir online, penyalahgunaan akses data kontak, cara penagihan yang tidak beretika”.
Memang ada laporan yang masuk soal isu tersebut namun OJK meyakini bahwa masalah ini muncul akibat konsumen salah memilih fintech pinjaman online. Bisa jadi, yang mereka gunakan adalah layanan pinjaman online illegal. Yang sudah pasti tidak jelas asal usulnya, dan tidak terdaftar di OJK sehingga gerak-geriknya pun tidak dapat dipantau. So, hati-hati dengan penawaran sejumlah dana dengan mengatasnamakan perusahaan fintech tertentu. Pastikan kalian mengecek nya terlebih dahulu, apakah nama fintech tersebut sudah terdaftar di OJK atau belum.
Pak Tumbur menyatakan, hal tersebut disebabkan oleh fintech pinjaman online illegal yang menciderai kepercayaan masyarakat. Selama isu tersebut beredar, OJK dan teamnya terus melakukan investigasi sehingga masyarakat tak lagi merasa dirugikan. Karena pada prinsipnya, Fintech Peer to Peer lending atau fintech pinjaman online hadir untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat UMKM saat mencari modal tambahan atau membayar sejumlah hutang misalnya.
.
Apa tanggapan dan peranan OJK dan AFPI dengan isu tersebut?
Tanggapan isu “fintech lending = renternir online”
Istilah rentenir online muncul dari konsumen yang merasa dirugikan oleh bunga yang dibebankan. Pak Tambur menjelaskan bahwa bunga yang berlaku pada fintech pinjaman dana online tidak bisa disamakan dengan bank konvensional. Memang hingga saat ini belum ada patokan pasti sehingga bunga pinjaman online diserahkan kepada industry. Namun angka untuk bunga fintech produktif yang muncul dilapangan yakni sekitar 9-24% per tahun. Atau 0,05% per hari pada fintech multiguna. Oleh sebab itu, AFPI juga menekankan bagi seluruh perusahaan fintech lending untuk menjelaskan kalkulasi atau penghitungan bunga dengan jelas dan transparan bagi para calon konsumennya sehingga mereka tidak merasa dibohongi.
Tanggapan isu “penyalahgunaan akses data kontak konsumen”
Ini pula yang menjadi ketakutan saya selama ini. Saat mengajukan pinjaman dana via aplikasi atau website, cukup dengan mengirimkan foto KTP, pengajuan sudah bisa diproses. Pertanyaanya, aman gak tuh, siapa yang memegang kendali dan menyimpan semua data tersebut?
Pak Surya wijaya selaku chief information officer KlikAcc menjawab, semua data konsumen yang masuk akan dikelola oleh fintech pinjaman online dimana konsumen tersebut mengajukan. Bagi fintech berizin resmi OJK, sudah dipastikan keamanannya. Jika terjadi kebocoran atau penyalahgunaan data konsumen, risikonya fintech tersebut yang akan dikenakan sanksi. Fintech pinjaman dana online hanya mengolah data yang diberikan, mengkaji ulang untuk kemudian dipertimbangkan kelayakannya menerima dana tersebut.
Tanggapan isu “kriminalisasi penagihan utang pada konsumen yang menunggak”
Pak Tambur sebagai ketua AFPI menjelaskan bahwa tim kolektor dari perusahaan fintech berizin resmi OJK telah diberikan pelatihan dan edukasi sesuai dengan prosedur yang diamanatkan sehingga mereka tidak mungkin bertindak tidak sopan, mengancam apalagi melakukan kekerasan dan pemerasan kepada konsumen nya.
Baca juga : Pinjaman Modal Usaha di Kota Jakarta
Mengenal Fintech Lending atau Fintech pinjaman online di Indonesia
Merujuk data dari OJK, hingga Oktober 2018, jumlah perusahaan fintech P2P lending yang resmi terdaftar atau berizin OJK mencapai 73 perusahaan, 71 berbasis konvensional dan 2 berbasis syariah. Sementara itu, ada 400 aplikasi pinjaman online illegal yang tercatat. Artinya, masih banyak predator yang mencari mangsa, mendapatkan keuntungan dari kesusahan orang lain.
Meski OJK dan Satgas Waspada Investasi Illegal terus melakukan penyelidikan untuk memberantas fintech P2P illegal, namun masyarakat sebagai pengguna pinjaman online juga harus berhati-hati saat ditawari pinjaman atau investasi dengan iming-iming yang tidak masuk akal. Kenali perbedaan dan ciri-ciri fintech illegal.
Fyi, Satgas Waspada Investasi Illegal yang beranggotakan lebih dari 13 kementerian dan lembaga, antara lain kepolisian, kejaksaan dan kehakiman.
.
Ciri-ciri Fintech Lending Illegal
- Tidak memiliki Kantor dan Pengelola yang jelas bahkan sengaja disamarkan keberadaannya.
- prosedur, syarat dan proses pinjaman sangat mudah.
- Menyalin seluruh data nomor telepon dan foto-foto dari Handphone calon peminjam.
- Tingkat bunga dan denda sangat tinggi dan diakumulasi setiap hari tanpa batas.
- Melakukan penagihan online dengan cara intimidasi dan mempermalukan para peminjam melalui seluruh nomor handphone yang sudah disalin.
Mommies bisa melihat 73 perusahaan fintech Peer to Peer lending yang berizin resmi di wesbitenya OJK.
Kesimpulannya adalah, Fintech Peer to Peer lending atau fintech pinjaman dana online hadir sebagai bagian dari revolusi industry 4.0 untuk mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pendanaan yang ringan dan cepat. OJK sendiri membatasi jumlah pinjaman maksimal Rp 5 juta. Kenali fintech P2P yang akan digunakan, mintalah penjelasan proses pembayaran, lama angsuran, bunga serta biaya lain seperti denda keterlambatan atau biaya administrasi tambahan secara detail. Meski melakukan pinjaman dana kini sangatlah mudah, bahkan prosesnya ada yang cair 1×24 jam, namun tetaplah bijak menggunakannya. Jangan sampai digunakan untuk keperluan konsumtif. Any kind of questions, please feel free to contact me.