#EcoTalk Amankah Jakarta dari Bencana Tsunami?
Rasanya masih membekas setiap peristiwa bencana yang terjadi di tanah air. Meskipun tidak mengalaminya secara langsung, namun menyaksikan setiap tayangan berita perihal korban dan kerugian yang disebabkan bencana alam sangatlah memprihatinkan.
Indonesia memang kaya akan kesuburan tanah dan keindahan alamnya. Namun sebagai negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Australia, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik membuat Indonesia rawan teradap bencana.
Bencana alam sendiri bisa berupa gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, tanah longsor, banjir, banjir bandang, kekeringan, kebakaran, angin puting beliung, badai dan lainnya. Sebab kejadian tsunami baru saja terjadi di Banten dan Palu Donggala sehingga topik ini sangat menarik untuk diperbincangkan.
Penyebab Tsunami yang Terjadi di Indonesia
Ngobrol Tempo kali ini bertajuk ‘Amankah Jakarta dari Tsunami?’. Jelas dari topiknya saja banyak yang tertarik untuk ikut bergabung pada EcoTalk akhir bulan Februari 2019 lalu.
Ngobrol kita kali ini dipandu oleh Bapak Budi Setyarso, Pemimpin Redaksi KORAN TEMPO. Dan, tentu saja untuk menjawab keresahan warga Jakarta, hadir pula narasumber yang ahli dan kompeten di bidangnya yaitu:
- Bapak Berton Panjaitan selaku Kepala Subdit Pencegahan BNPB
- Bapak Rahmat Triyono selaku Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG
- Bapak Suprayoga Hadi selaku Perencana Ahli Utama, Kedeputian Pengembangan Regional BAPPENAS
- Bapak Eko Yulianto selaku Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
Pak Rahmat Triyono sebagai kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG menjelaskan bahwa tsunami sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu namun masyarakat kita baru menyadari ada ancaman besar sejak tsunami Aceh. Tsunami yang terjadi di tanah air pun kebanyakan disebabkan oleh gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif atau terjadi di dasar laut. Kecil kemungkinan terjadi tsunami tanpa diawali dengan gempa di dasar laut. Bahkan tsunami bisa terjadi jika kekuatan gempa mencapai skala diatas 6,5 skala richter dan berguncang selama lebih dari 40 detik.
Sebelum 1990, BMKG menganalisa gempa dalam kurun waktu 1-2 hari untuk mengetahui letak sumber gempa, kekuatannya berapa serta menimbulkan tsunami atau tidak. Namun tahun berikutnya, pada saat ada bencana, 1 atau 2 jam sudah bisa dianalisa dengan syarat operatornya sudah handal seperti pada saat tsunami Aceh segera bisa diketahui sebabnya.
Pada 2005, dibangun lah sebuah system peringatan bencana tsunami di Indonesia yang melibatkan banyak lembaga. Pada 2006 mulai dipasang sensor tsunami, namun dikejutkan dengan adanya gempa di Yogyakarta dan Pangandaran. Sehingga sensor tsunami terus gencar dipasang dibanyak wilayah di Indonesia. Hingga saat ini, sensor tersebut masih bekerja untuk mendeteksi adanya getaran atau gempa.
.
Sikap pemerintah dalam menangani pencegahan bencana yang terjadi di Indonesia
Bapak Suprayoga Hadi selaku Perencana Ahli Utama, Kedeputian Pengembangan Regional BAPPENAS menjelaskan bahwa perencanaan bukan berarti mengharapkan terjadinya bencana namun sebagai upaya untuk mengurangi korban dan kerugian yang terlalu besar. Perencanaan bencana dibagi dalam 3 subsistem yaitu:
1. Pencegahan
Pencegahan bencana tsunami bisa dilakukan dengan memperbaiki wilayah dan tata ruang kota serta membangun rumah resistance terhadap bencana di wilayah rawan bencana.
2.Kesiap-siagaan
Bicara soal bencana erat kaitannya dengan kesiap siagaan, siapapun baik itu masyarakat maupun pemerintah. BNPB menginisiasi hari kesiapsiagaan nasional yang diperingati setiap tanggal 26 April dengan tujuan supaya masyarakat tau apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Dengan adanya pemahaman keselamatan diri, diyakini dapat mengurangi korban jiwa.
3.Pemulihan
Pemulihan dilakukan setelah terjadi gempa baik itu berupa perbaikan saran dan prasana maupun edukasi keselamatan kepada masyarakat terdampak bencana. Sebagai contoh, Pak Berton Panjaitan yang meneliti kejadian pasca tsunami Aceh mengatakan bahwa bencana tsunami yang pernah terjadi menjadi pembelajaran yang tak pernah dipakai. Kini warganya kembali lagi ke Pantai, padahal tsunami bisa sewaktu-waktu terjadi lagi.
Amankah Jakarta dari Tsunami?
Kembali lagi Pak Rahmat memaparkan, BMKG belum membuat permodelan tentang kemungkinan Jakarta terkena bencana tsunami. Namun seperti yang sudah dijelaskan bahwa gempa berskala tinggi bisa memicu terjadinya tsunami. Contohnya, jika terjadi gempa dahsyat di Selat Sunda, Jakarta mungkin akan terkena imbasnya.
Alasan dan Kemungkinan Jakarta bisa Terkena Tsunami menurut ahli
Selain gempa Selat Sunda, faktor penyebab ketidakamanan Jakarta dari dampak tsunami yaitu akibat perencanaan tata ruang kota yang tidak sesuai. Disebutkan juga bahwa tanah di Jakarta sudah mulai turun terlihat dari beberapa wilayah disekitar Ancol yang sudah beberapa kali ditinggikan. Artinya kondisi pantai Jakarta tak sesuai lagi dengan tata ruang yang ada.
Kesimpulannya, kecil kemungkinan Jakarta bisa terkena tsunami karena letaknya yang jauh dari pusat gempa. Jika terjadi tsunami pun, maka gelombang yang sampai di Jakarta hanya tersisa puluhan centimeter saja, bahkan bisa diperkirakan tidak mencapai daratan. Namun, kita tetap harus waspada karena ancamannya berupa tanah lunak. Sepeti disampaikan oleh pak Eko yulianto, tanah lunak terdiri dari batuan gamping atau kapur, jadi saat ada getaran atau gempa, tanah akan tetap bergerak dalam beberapa waktu meski gempa sudah berhenti.