fase egosentris, egosentris usia dini
BBC,  Montessori

Fase Egosentris Anak Usia Dini dan Cara Mengatasinya

Fase egosentris adalah tahap perkembangan kognitif pada anak di usia dini (0-6 tahun) yang ditandai dengan pemikiran yang sangat terfokus pada diri sendiri. Pada tahap ini, anak cenderung menganggap bahwa segala sesuatu dalam dunia ini berpusat pada dirinya sendiri dan hanya melihat dunia dari perspektifnya sendiri.

Dalam fase egosentris, anak seringkali kesulitan untuk memahami pandangan atau sudut pandang orang lain. Mereka cenderung berpikir bahwa semua orang memiliki pemikiran yang sama seperti mereka, dan sulit memahami bahwa orang lain dapat memiliki pandangan yang berbeda atau informasi yang berbeda dari mereka sendiri.

Contohnya, jika seorang anak dalam fase egosentris memegang mainan favoritnya, ia mungkin akan merasa bahwa mainan tersebut adalah miliknya secara eksklusif dan tidak dapat dimiliki oleh orang lain. Anak dalam fase ini juga mungkin merasa bahwa jika mereka menutup mata, maka dunia sekitar mereka juga ikut tertutup.

Fase egosentris biasanya berlangsung selama beberapa tahun dan secara bertahap berkembang menjadi pemikiran yang lebih terbuka dan inklusif tentang dunia di sekitarnya.

fase egosentris, egosentris usia dini

Banyak penelitian yang dilakukan tentang fase egosentris pada anak. Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa fase egosentris merupakan bagian normal dari perkembangan kognitif pada anak dan berfungsi sebagai landasan awal bagi pengembangan kemampuan berpikir yang lebih kompleks.

Salah satu penelitian yang terkenal dalam bidang ini adalah eksperimen “Three Mountains Task” oleh psikolog Jean Piaget. Eksperimen ini melibatkan gambar tiga gunung yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda dan meminta anak untuk mengidentifikasi gambar yang sama dari sudut pandang yang berbeda. Piaget menemukan bahwa anak-anak dalam fase egosentris sulit memahami bahwa orang lain dapat memiliki sudut pandang yang berbeda dari mereka sendiri.

Penelitian lainnya telah menunjukkan bahwa pengalaman sosial yang lebih luas dapat membantu anak untuk mengatasi fase egosentris lebih cepat dan berkembang menjadi individu yang lebih terbuka dan inklusif dalam pandangan mereka tentang dunia.

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian tentang fase egosentris pada anak juga telah melibatkan teknologi seperti fMRI untuk mempelajari bagaimana otak anak memproses informasi dan bagaimana perkembangan otak terkait dengan fase egosentris pada anak.

.

Apakah fase egosentris akan berlanjut di usia remaja?

Meskipun fase egosentris secara umum berkembang pada anak usia prasekolah, namun beberapa aspek egosentrisme masih dapat terlihat pada remaja. Hal ini terkait dengan perubahan signifikan yang terjadi pada perkembangan sosial, emosional, dan kognitif pada masa remaja.

Pada masa remaja, beberapa remaja mungkin masih memiliki kecenderungan untuk melihat dunia dari perspektif mereka sendiri dan menganggap pandangan atau pengalaman orang lain tidak relevan atau tidak penting. Mereka juga cenderung mengejar kepuasan pribadi dan merasa bahwa mereka sangat penting dan perlu diperhatikan oleh orang lain.

Namun, seiring dengan perkembangan kognitif yang lebih lanjut, remaja biasanya mulai bisa memahami dan menerima pandangan atau pengalaman orang lain, serta mulai mengembangkan kemampuan untuk berempati dan memahami perspektif orang lain.

Namun, perlu diingat bahwa setiap individu mengalami perkembangan secara berbeda dan dengan kecepatan yang berbeda. Beberapa remaja mungkin mengatasi fase egosentris dengan cepat dan mengembangkan kemampuan untuk memahami dan menerima pandangan orang lain pada usia yang lebih muda, sementara yang lain mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencapai tahap ini.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Cici Desri (@cicidesri)

.

Perilaku Anak yang Menunjukan Egosentris

Anak yang sedang dalam fase egosentris biasanya menunjukkan perilaku yang sangat terfokus pada diri sendiri. Berikut beberapa contoh perilaku anak yang menunjukkan egosentris:

  1. Sulit memahami perspektif orang lain: Anak yang egosentris cenderung sulit memahami bahwa orang lain bisa memiliki sudut pandang atau pandangan yang berbeda dari mereka sendiri.
  2. Egois: Anak yang egosentris biasanya sulit memahami kebutuhan atau keinginan orang lain. Mereka cenderung fokus pada kepuasan pribadi dan merasa bahwa kebutuhan atau keinginan orang lain tidak terlalu penting.
  3. Merasa pusat perhatian: Anak yang egosentris sering kali merasa bahwa dunia berputar di sekitar diri mereka. Mereka cenderung merasa penting dan ingin mendapatkan perhatian atau pengakuan dari orang lain.
  4. Kesulitan berbagi: Anak yang egosentris mungkin sulit berbagi mainan atau benda lain yang dimilikinya dengan anak lain. Mereka cenderung menganggap bahwa semua benda milik mereka secara eksklusif dan tidak dapat dibagi dengan orang lain.
  5. Menjadi temperamental: Anak yang egosentris mungkin menjadi temperamental atau mudah marah ketika keinginan atau kebutuhan mereka tidak terpenuhi.

Perilaku-perilaku ini adalah normal pada fase egosentris pada anak dan seiring dengan perkembangan kognitif dan sosial yang lebih lanjut, anak biasanya akan berkembang menjadi individu yang lebih terbuka dan inklusif dalam pandangan mereka tentang dunia.

.

Cara Menangani Anak Saat dalam Fase Egosentris

Ada beberapa cara yang dapat membantu anak melewati fase egosentris dengan aman dan sehat:

  1. Memberikan contoh yang baik: Sebagai orang tua atau pengasuh, kita bisa memberikan contoh yang baik tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Cobalah untuk memperlihatkan perilaku yang ramah, inklusif, dan empati dalam hubungan dengan orang lain.
  2. Berbicara dengan anak: Berbicara dengan anak tentang perasaan dan emosi mereka dapat membantu mereka memahami perspektif orang lain dan mengembangkan kemampuan empati.
  3. Mendorong bermain bersama: Mendorong anak untuk bermain dengan teman atau saudara dapat membantu mereka belajar berbagi dan bekerja sama dengan orang lain.
  4. Memberikan pengakuan: Memberikan pengakuan atas perilaku positif yang menunjukkan empati atau inklusivitas dapat membantu anak merasa dihargai dan merangsang perilaku yang lebih positif di masa depan.
  5. Mengajarkan nilai-nilai yang positif: Mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, kebaikan, kerjasama, dan berbagi dapat membantu anak memahami betapa pentingnya bersikap baik kepada orang lain.

Namun, perlu diingat bahwa setiap anak mengalami perkembangan secara berbeda, dan mungkin ada anak yang tetap menunjukkan perilaku egosentris meskipun sudah diberi pengajaran dan contoh yang positif. Dalam hal ini, konsultasi dengan profesional seperti psikolog anak atau konselor dapat membantu menemukan cara yang lebih tepat untuk membantu anak melewati fase ini dengan aman dan sehat.

0
Your Cart is empty!

It looks like you haven't added any items to your cart yet.

Browse Products