Ngobrolin Hutan Sekaligus Bedah Buku “Dampak Perhutanan Sosial” Bersama Kementrian LHK
Bagi orang awam seperti saya, jika bicara soal hutan, sederhananya yang saya pikirkan adalah keseimbangan alam, hijau dan suburnya tanah air Indonesia. Ternyata jika didalami, bicara soal manfaat hutan itu luas sekali jangkauanya termasuk membawa manfaat terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat Indonesia.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia kaya akan hutan. Saya teringat salah satu pesan presenter TV Swasta saat melakukan petualangan di pedalaman Papua. Ia tinggal bersama masyarakat di wilayah hutan mangrove yang hidupnya sangat bergantung pada alam. Makan berburu kerang dan ikan juga tumbuhan yang bisa dikonsumsi. Ia mengatakan bahwa hutan seperti Supermarket yang bisa memberikan beragam macam makanan yang bisa diolah dan dikonsumsi untuk kelangsungan hidup, JIKA DIJAGA DAN DIRAWAT.
Saya mulai menemukan titik terang dan meyakini kebenaran statement diatas saat menghadiri acara “Ngobrolin Hutan” bersama Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), rekan media dan para praktisi lingkungan, siang tadi (15/4) di gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.
“Ngobrolin Hutan” merupakan program inisiasi KLHK bersama Forest Digest yang sebelumnya sudah diselenggrakan bersamaan dengan bedah buku “Lima Hutan, Satu Cerita”. Kali ini, buku yang dibedah yaitu “Dampak Perhutanan Sosial”. Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan Prof. Mudrajad Kuncoro, SE, M.Soc. Sc, Ph.D dan timnya.
Sebelumnya saya sudah pernah menulis tentang Perhutanan Sosial yang merupakan program pemerintah dimana setiap masyarakat yang tinggal di wilayah hutan negara diberikan hak untuk mengelola dengan baik selama 35 tahun. Tujuannya supaya masyarakat yang sebelumnya mengekploitasi hutan demi bertahan hidup kini berubah pola pikirnya menjadi merawat hutan sehingga menghasilkan sesuatu untuk kelangsungan hidup keluarga dan masyarakat luas. Benefit lainnya, hutan negara yang tadinya dimanfaatkan semena-mena, kini jadi terlindungi dengan adanya hak milik selama 35 tahun. Terbayang kan makna dari kalimat “Rakyat Sejahtera, Hutan Lestari”! Pertanyaannya, apakah benar program perhutanan sosial sudah sukses dijalankan dan manfaatnya dapat dirasakan rakyat Indonesia?
.
Mengapa harus Mengembangkan Perhutanan Sosial ???
Bapak Mudrajad Kuncoro, Penulis dan Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM membuka bedah buku dengan data yang menunjukan, dari total 42 juta luas hutan di Indonesia, yang dinikmati oleh UKM dan Petani hanya 4,14% saja, sementara ada kurang lebih 95% dinikmati oleh pengusaha besar alias konglomerat.
Oleh sebab itu, program perhutanan sosial dari pemerintah memang harus dikawal banyak pihak sehingga dapat dievaluasi bersama baik itu oleh pemerintah maupun swasta dan masyarakat luas.
Luas Hutan Kemasyarakatan yaitu sekitar 22% dari total luas lahan di seluruh Indonesia yang diberikan kepada raykat. Hakekat dari perhutanan sosial yaitu memberi akses kelola kepada masyarakat yang tinggal disekitar area hutan serta meningkatkan kapasitas usaha perhutanan sosial.
Semua data yang disajikan pada buku ini menggunakan metode penelitian eksploratif dan deskriptif analitik untuk mengetahui sejauh mana dampak peningkatan kesejahteraan dilihat dari sudut ekonomi dan sosial terhadap masyarakat di sekitar hutan, serta sejauh mana perhutanan sosial mampu mendukung kelestarian hutan.
Penelitian ini pun dilakukan di dua lokasi yaitu Provinsi Lampung dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebab dua lokasi ini sudah ditetapkan sebagai provinsi percontohan perhutanan sosial di Indonesia. Masing-masing Provinsi diambil dua Hutan Kemasyarakatan (HKm) diantaranya di Pekon Margoyoso Kecamatan Sumberejo dan Pekon Sukamaju Kecamatan Ulu Belu, Dusun Kalibiru dan Dusun Menggoran II.
Para responden dalam penelitian ini pun berasal dari anggota kelompok tani HKm masing-masing lokasi sekitar 50 orang serta melibatkan informan lain seperti pengurus kelompok tani, kelompok sadar wisata (pokdarwis), gabungan kelompok tani serta stakeholder terkait, baik dari pemerintah maupun LSM.
.
Dampak Perhutanan Sosial bagi Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
Ruang lingkup penelitian ini memang fokus pada tiga perpektif utama yakni dampak ekonomi, sosial dan lingkungan.
1. Dampak Ekonomi
Penelitian ini membuktikan bahwa Program Perhutanan Sosial memiliki dampak yang baik bagi perekonomian masyarakat terutama setelah mereka menerima Surat Keputusan. Kepastian hak pengelolaan ini secara ekonomi memberikan nilai tambah bagi asset tanah dan asset batang pohon perkebunan. Hal ini membuat proses produksi, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja semakin meningkat. Dapat dikatakan bahwa yang dulunya kebun dan ladang merupakan sumber penghasilan sampingan, kini menjadi sumber penghasilan utama.
Yang menarik bagi saya yaitu HKm mampu mengurangi arus urbanisasi sebab penyerapan tenaga kerja semakin luas di wilayah tersebut. Kini usaha tani juga memiliki asste tenaga kerja.
Berikutnya, tujuan dari Perhutanan Sosial pun berhasil melepaskan para petani dari jerat kemiskinan. Penghasilan yang mereka dapatkan dengan mengelola lahan negara bisa dugunakan untuk membangun rumah milik sendiri meski ada beberapa yang masih semi permanen. Bahkan, saat ini para petani banyak yang telah memiliki sepeda motor bahkan lebih dari satu unit.
Namun, kesuksesan mereka tak lepas dari kendala saat mengelola lahan seperti terbatasnya akses bahan baku, modal, akses pasar dan peralatan yang masih sederhana.
.
2. Dampak Sosial
Program HKm ini memang sudah menjadi sorotan banyak pihak namun ternyata masih ada sekitar 7% masyarakaat yang belum tau apa itu HKm. Sementara 93% sudah mengetahuinya melalui sosialisasi yang disampaikan pemerintah, melalui media, universitas, LSM dan lembaga bimbingan lainnya.
Program perhutanan sosial juga mendorong perubahan perilaku masyarakat yang tercermin pada aspek sosial seperti munculnya rasa memiliki setelah mereka diberikan wewenang untuk mengelola lahan negara. Hutan tak lagi untuk bertahan hidup, melainkan kini mereka mulai berpikir bagaimana menjaga kelestarian hutan secara berkelanjutan. Selain itu, dengan adanya ketetapan hutan seperti hutan lindung misalnya, masyarakat tak lagi berani mengambil hasil hutan tanpa izin.
Sementara kendala yang ditemui pada aspek sosial yaitu seputar kurangnya akuntabilitas, kurangnya komunikasi antara pengurus dan anggota kelompok tani akibat lemahnya kapasitas pengurus, faktor cuaca seperti angina kencang serta musim hujan dan kemarau yang tidak sesuai siklus.
.
3. Dampak Lingkungan
Pada aspek lingkungan terjadi perubahan tutupan lahan. Sementara ancaman dan hambatan pada aspek lingkungan seperti adanya gangguan satwa, kebakaran, pencurian dan perburuan.
Hasil penelitian yang dibukukan ini pun ditanggapi oleh narassumber lain diantaranya Bapak Wito Laros dari Kemitraan dan Ibu Nur Amalia, Anggota Pokja Perhutanan Sosial. Dimana tanggapan mereka juga melahirkan ide untuk dijadikan bahan penelitian berikutnya. Tak luput, peran para praktisi lingkungan yang turut hadir juga sempat melontarkan beberapa pertanyaan dan isu terkait Program Perhutanan Sosial. Untuk kalian yang ingin mengetahui lebih detail hasil penelitian tersebut bisa mengunduhnya secara gratis di website forestdigest.com.
Pada akhir sesi, kami juga mendapatkan insight lain soal mengelola Perhutanan Sosial dari versi lain yaitu versi penglolanya secara langsung. Yaitu Kang Ilham sebagai perwakilan Paguyban Tani Sunda Hejo yang membawa hasil kopinya dari Garut ke Jakarta. Kang Ilham menceritakan perjuangannya saat pertama kali mengelola lahan di area pegunungan akibat bencana longsor yang memakan korban hingga 200 warga. Berkat kegigihan setiap anggota paguyuban Sunda Hejo, hasil tani mereka berhasil dipasarkan secara Internasional.
Kesimpulannya, saya pribadi cukup lega dengan hasil penelitian dari buku “Dampak Perhutanan Sosial” yang membawa banyak kebaikan bagi rakyat Indonesia. Namun, melihat banyaknya kendala terutama soal mencari modal dan bimbingan ini perlu jadi bahan evaluasi bersama. Ketika semangat rakat di daerah terpencil sudah membara namun terkendala akibat kurangnya informasi tentang bagaimana mengelola kopi agar tahan serangan hama atau akibat pengaruh cuaca misalnya. Hal-hal teknis seperti itu harus dibimbing dan diarahakan.
3 Comments
Mpo Ratne
Siapa yang menyangka sebuah bencana menjadi sebuah pembelajaran penting dan berdampak pada ekonomi dengan kemakmuran masyarakat yang meningkat
Longsor membuat kopi Sunda hejo menjadi terkenal sampai mancanegara
eka siregar
usaha pemerintah dalam perhutanan ini memang patut diberi dukungan ya mbak. Sebagai blogger mbak sudah melakukan tugas mbak dengak baik sekali.
Nimbus Reviews
Kegiatan bedah buku yang berjudul Lima Hutan Satu Cerita karya Tosca Santoso. Dalam bukunya, Tosca menceritakan tentang kisah masyarakat penerima izin hutan sosial di lima lokasi berbeda yaitu Padang Tikar-Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kemantan, Jambi, Gunung Kidul-Kulon Progo, D.I. Yogyakarta, Dungus-Madiun, Jawa Timur, serta Sarongge-Cianjur, Jawa Barat.