Hidup Minimalis Mencintai Diri Sendiri dan Keluarga
Minimalis Mencintai Diri Sendiri dan Keluarga. Sebenarnya menjadi hidup sederhana itu bukan hal baru bagi saya. Terlebih saya juga bukan berasal dari keluarga yang berduit sehingga memang gaya hidup ngirit ini sudah melekat sejak saya kecil.
Namun, saat remaja, saya memiliki keinginan sama seperti yang lain. Bisa beli handphone canggih dengan camera sekian mega pixel, bisa gonta-ganti baju model terbaru, tas hingga sepatu yang keren. Tapi, rasanya tidak mungkin untuk meminta kepada orang tua. Ingin sekali rasanya memiliki penghasilan sendiri kala itu namun cukup sulit karena masih duduk di bangku SMA.
Satu malam, saya merenung dan bertanya kepada diri saya sendiri “mau jadi apa nanti?”. Saya tidak ingin mengulang kehidupan yang sama seperti ini. Saya ingin memiliki karir dan hidup yang jauh lebih baik dari ini. Lalu, keesokan harinya saya membuat CV dan saya kirimkan ke studio radio lokal dimana saya tinggal. Bukan demi uang, saya ingin membangun apa yang saya suka, saya ingin mengasah kemampuan berbicara saya. Siaran radio tanpa dibayar.
Lalu lanjut belajar MC dan mencari peluang lainnya. Alhamdulilah, Janji Allah itu pasti. Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.
Namun sayangnya, saat itu saya belum mengerti apa itu financial management. Untuk menjawab keinginan yang saya pendam sejak kecil, saya menghabiskan banyak uang untuk membeli apapun yang saya inginkan. Gadget, baju, makanan, aksesoris, tas, sepatu, jam tangan dan masih banyak barang lainnya. Hingga lemari kosan sesak dan tidak bisa menampung pakaian saya lagi.
Baca juga: Minimalis: Tips Menjaga Kamsr Tidur Tetap Bersih dan Segar
.
Minimalis Finansial : Belajar Membuat Target Keuangan
Beruntungnya, orang tua saya termasuk yang sangat sederhana sehingga berkali-kali mereka mengingatkan untuk meredam membeli sesuatu yang tidak dipakai. Hingga akhirnya lulus kuliah dan langsung bekerja dengan gaji yang lumayan besar. Untuk meminimalisir mengulang kesalahan yang sama, saya pun banyak membaca buku, menyimak dari Youtube hingga sharing dengan teman-teman Chinese soal mengelola keuangan. Dari mereka, saya belajar untuk membuat target.
Ya, sebelum usia 30 tahun, saya harus memiliki kendaraan dan rumah. Saya dengan suami yang usianya hanya beda satu bulan, kita bekerja sangat keras, sangat berhemat untuk bisa mewujudkan target dan cita-cita tersebut. Sebelum menikah, kami membeli mobil berdua, menyicil selama setahun berdua. Namun, kami masih mengontrak. Tak apa, daripada tinggal bersama orang tua, pikir kami saat itu.
Kami tidak pernah meluangkan waktu untuk quality time. Ngga pernah beli baju bagus, ngga pernah makan di restoran, ngga pernah jalan-jalan. Kalau membayangkan, rasanya sangat lelah. Tapi saya tau, hal ini saya lakukan bukan tanpa tujuan. Makanya saya ngga pernah ngeluh apapun pekerjaan yang saya dapatkan. Panas, hujan dijalani dengan ikhlas.
Alhamdulilah masa sulit tersebut segera berubah, ketika saya memutuskan untuk resign dan menjadi seorang freelancer. Saya pikir, hidup saya akan menjadi lebih sulit. Ternyata Allah Maha Baik dan selalu ada saat saya merasa putus harapan.
Hingga akhirnya perlahan, mimpi kami mulai terwujud. Kami memiliki rumah diusia 28 tahun, rumah yang cukup besar untuk kami bertiga. Allahu Akbar.
Saya teringat masa perjuangan dulu, saya ceritakan kepada suami. Saya tidak ingin mengulang kesalahan yang sama, mengumpulkan barang yang tidak terlalu dibutuhkan. Meskipun mungkin saat ini kehidupan kita jauh lebih baik, namun jangan sampai mengubah gaya hidup kita menjadi lebih boros dan menghabiskannya begitu saja.
Saya pun belajar kembali bagaimana mengelola keuangan yang baik. Teman-teman saya berbondong-bondong melakukan investasi dan mereka sukses. Namun saya tidak memiliki cukup keberanian. Saya takut Allah tidak suka. Saya hanya menyimpan uang di tabungan biasa tanpa bunga. Dana lainnya, saya titipkan sama Allah lewat teman dan saudara yang kesulitan. Insya Allah ini adalah investasi yang sangat menjanjikan. Beruntungnya saat ini banyak peluang investasi yang sudah diizinkan sesuai dengan syari’at Islam.
.
Minimalis Mencintai Diri
Sengaja saya bercerita panjang lebar latar belakang saya terlebih dahulu. Sebab banyak orang berasumasi bahwa gaya hidup minimalis ini kebanyakan dilakukan oleh mereka yang berduit. Padahal ngga, justru orang seperti saya ini yang cukup berbahaya. Karena bisa sangat rakus membelanjakan penghasilannya untuk memuaskan keinginnanya yang terpendam.
Dengan mengetahui pola hidup Minimalis, saya juga bisa membedakan mana yang benar-benar Minimalis dan mana yang pelit. Misalnya seperti ini:
- Saya lapar, saya ingin makan. Saya bekerja dan memiliki uang tetapi saya pelit. Saya tahan sarapan, nanti aja sekalian makan siang. Nyatanya, saya menyiksa diri sendiri. Berbeda dengan orang yang sederhana. Saya akan tetap sarapan dengan menu yang baik dan sehat tanpa harus mahal, sesuai dengan porsi dan budget sarapan saya.
- Saya haus, saya minum air putih untuk meredakan rasa haus dan supaya tidak dehidrasi. Berbeda dengan orang yang berlebihan. Saya haus, saya pilih membeli es kekinian di kafe yang harganya bisa lebih dari Rp50ribu.
Hal-hal sederhana ini yang saya evaluasi. Kapan saya bisa membahagiakan diri saya dan kapan saya menjerumuskannya.
1. Minimalis namun tetap menghargai diri sendiri
Minimalis mengajarkan kita untuk tidak membeli baju baru dan menumpuknya di rumah. Namun, jangan lupa tetap untuk menjaga kelayakan berpakaian. Jangan sampai, pakaian lusuh dipaksa dipakai menemui klien atau pergi ke kantor karena tekad menerapan gaya hidup Minimalis. Artinya, hemat dengan tetap menghargai diri sendiri.
Banyak yang bilang, lebih baik beli barang yang sedikit agak mahal namun awet daripada beli yang harganya miring tapi kualitasnya kurang bagus. Balik lagi ke prinsip masing-masing karena mahal menurut si A belum tentu mahal untuk si B. Saya pribadi nih ya, pernah beli barang dengan harga yang sedikit mahal, memang secara ketahanan sangat awet ya namun bosan juga sih kalau bajunya itu lagi, itu lagi. Dan, saya juga pernah membeli pakaian dengan harga lebih murah namun ternyata kualitasnya ngga bagus, warnanya cepat pudar dan mudah berubah bentuk. Lagi-lagi soal pakaian ini kembali lagi ke pilihan masing-masing.
.
2. Batasi pengeluaran tidak perlu, apresiasi Diri
Daripada makan mahal setiap hari, jajan online setiap hari, berburu promo untuk barang yang tidak dibutuhkan. Saya lebih memilih untuk mengumpulkan uang tersebut setiap bulan untuk pijat atau facial, misalnya. Kalau untuk pergi creambath atau potong rambut ke salon sih ngga, karena berhijab jadi ngga terlalu tricky soal urusan rambut. Hal ini saya lakukan untuk mengapresiasi diri saya yang sudah bekerja keras dan menahan segala godaan.
Setiap orang akan punya caranya masing-masing. Mungkin ada yang memilih makan enak di restoran sebulan sekali bersama keluarga, ada yang nonton di bioskop dua bulan sekali, atau jalan-jalan setahun sekali. Yang terpenting adalah, sesuaikan dengan kemampuan finansial kita. Atau bahkan selama pandemi, cara membahagiakan diri sendiri yaitu dengan memberikan waktu untuk melakukan apa yang bikin kita bahagia. Kalau saya, biasanya nonton kartun, makan makanan favorit, jajan, diem di kamar seharian tanpa masak. Jadi, mengapresiasi diri ngga harus selalu dengan mengeluarkan budget, kan tujuannya minimalis.
.
3. Perhatikan under ware
Meskipun dipakai didalam bukan berarti kita bisa memakai pakaian dalam yang jelek dan sobek misalnya. Bagi saya, memakai pakaian dalam yang bersih dan baik adalah salah satu cara memantaskan dan menghargai diri sendiri. Apalagi untuk kamu yang sudah berumah tangga. Lebih baik menahan untuk ngga jajan enak lalu budgetnya saya gunakan untuk membeli pakaian dalam. Coba deh, kamu cek kondisi pakaian dalam yang dimiliki, apakah masih layak dipakai?
.
4. Mencintai keluarga
Gaya hidup minimalis memiliki aspek kesederhaan dan hidup berdasarkan apa yang kita butuhkan. Apalagi sebagai umat muslim, saya diajarkan untuk mencontoh Rasulullah yang penuh kesederhaan namun tetap mengutamakan bersedekah harta atau infaq. Dari sekian banyak sedekah harta, yang paling utama adalah kepada keluarga terlebih dahulu, lalu tetangga terdekat dan saudara yang lainnya terutama mereka yang membutuhkan.
Terkadang saya mendapatkan rejeki diluar pekerjaan saya, jumlahnya ngga seberapa dan itu saya pakai untuk mengajak makan suami dan si kecil. Niatnya bukan untuk hidup boros namun untuk membahagiakan mereka. Memberikan kenangan indah untuk mereka. Ya namanya umur kan ngga ada yang tau, saya hanya ingin ketika saya pergi mereka memiliki banyak kenangan manis bersama saya. Dan, saya yakin Allah akan membalas apa yang saya berikan untuk mereka dengan sesuatu yang jauh lebih berharga dari sekedar materi, yaitu kedekatan dan kasih sayang antara saya dan suami, dan antara kami dengan Nafeesa.
Makna Minimalis bagi saya adalah hidup sederhana semata-mata untuk ibadah kepada Allah. Saya berhemat karena Allah perintahkan kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam melakukan sesuatu. Saya bersedekah karena Allah juga yang perintahkan untuk menyucikan rejeki yang saya dapatan karena sebagain dari rejeki tersebut adalah milik saudara yang lain.
Berhemat lah, sederhanakan lah, minimalis lah, apapun itu istilahnya tetaplah memberikan ruang untuk dirimu sendiri. Mencintai dan mengapresiasi diri atas apa yang ia lakukan. Ia berjuang mencari rejeki, ia berkorban menahan nafsu rakus. Jadi, tidak ada salahnya memberikan penghargaan kepada diri dan keluarga selama tidak berlebihan. Banyak orang tua yang memaksakan diri membeli pakain bahkan mainan untuk anaknya padahal harganya terlalu mahal. Semoga kita termasuk yang dijaga dalam kesederhanaan. Selamat Mencoba.
minimalis mencintai diri
minimalis mencintai diri, minimalis mencintai diri, minimalis mencintai diri, minimalis mencintai diri,
One Comment
Pingback: